(Di Mimpi,) Teman Saya Mirip Penipu Ulung!
Sedang
bermimpi. Lalu tiba pada kisah berikut, seorang anak yang bercerita tentang
teman kelasnya:
Kali ini,
bicara soal orang lagi. Iyalah, masak ngomongin saya, terlalu banyak perkara
tak berujungnya nanti. Jadinya, mungkin memang lebih menarik berkisah tentang
pengalaman saya dengan orang-orang sekitar. Ya, kali ini soal aib lagi. Sori
ya, Bro. Semoga kamu tenang di sana, entah di mana.
Tapi
percayalah, saya menuliskan ini bukan untuk menghujat, menghina, atau apalah
istilahnya. Yang jelas, saya hanya ingin berbagi kisah untuk kita ambil
hikmahnya. Widiih, kalimat yang ini mirip Pak Ustadz aja yak.
Begini. Meski
sebelumnya kami pernah bertemu, tapi di sekian belas pertemuan itu, tak pernah
ada pembicaraan di antara kami, bahkan untuk sekedar berkenalan atau bertukar
kontak. Ya, hanya sebatas bertemu di ruang perkuliahan, lalu pergi berpisah
begitu saja, demikian terjadi berulang.
Dari
perkuliahan itu, kesan yang bisa saya simpulkan, yaa, positif semua lah, sukar
saya menemukan aib anak ini, selain kenyataan dia agak melambai gitu,
semifeminim lah.
"Astagaa!"
Bodoh, kenal
aja enggak, #rauruslah.
Sebagaimana
mainstreem kebanyakan di kelas kami, mahasiswa yang bertanya di kelas, kalau
bukan karena cari perhatian, berarti dia memang paham dan tertarik dengan
materi matakuliah. Ya, termasuk teman sekelas saya ini, salah satu dari
kemungkinan itu lah pokoknya. Jadinya, lantaran ia kerap bertanya, meskipun
sebenarnya bagi saya pertanyaan yang diajukannya lebih banyak tidak berbobot,
saya pun menilai kesannya sebagai mahasiswa cerewet yang tengah mencari
perhatian. Entah arahnya untuk mahasiswa atau mahasiswi lain, secara ya, dia
kan, #ehem, melambai.
Dengan punya
cerita, ia mulai menjadi salah satu mahasiswa kebanggaan kampus kami, bahkan
jurusan kami. Bahasa Inggrisnya (katanya) keren. Ya, saya percaya sajalah, lhawong (masih katanya juga), udah bisa
mondar mandir di beberapa negara.
Oke, saya seruput
kopi dulu ya.
Suatu ketika,
selepas matakuliah ini menjelang akhir, cerita besar pun sampai di telinga
saya.
“Ah, lagi-lagi
mirip gosip.”
Yelah, ini kan
cerita saya, Man. Duduk, dan dengarkan saja. Baca, ding.
Jadi ceritanya
begini. Manusia berpendidikan yang seharusnya semakin berilmu semakin menunduk,
ia malah sebaliknya. Di tahap seminar proposal skripsi, anak ini ketahuan
melakukan plagiasi (berat) dalam penyusunannya. Ya, intinya begitulah. Saya
agak lupa kasus yang ini. Alhasil ia diberhentikan secara tidak terhormat
sebagai mahasiswa dari kampus kami.
“Maksudmu?”
Kena DO,
T*olol! Drop Out
Oke, kasus itu
mungkin sudah terjadi sekitar dua atau, ya sekitar dua tahun kemaren lah. Nah,
puncaknya adalah petang tadi, ketika teman akrab saya bertutur tentang kabarnya
yang mengecewakan.
“Anak itu, kan
pindah kampus.”
Lho, bukan DO
to?
“Entah,
anak-anak pada bingung. Kok ya bisa di DO, tapi masuk kampus lain dengan status
transfer gitu. Inget tentang penelitiannya yang plagiasi itu kan? Nyatanya
penelitian itu dia lanjutin, ironisnya penelitiannya dinobatkan sebagai juara
di sebuah kompetisi international. Gila apa!”
Oh, bagaimana
mungkin dia bisa menang kompetisi international lewat penelitian yang pernah dianggap
sebagai pelanggaran berat hingga harus dikeluarin dari kampus. Ini orang kampus
saya yang salah menilai penelitiannya, juri kontes penelitian international
yang gagal menjadi juri, atau teman saya itu yang mulai pandai menipu? Ah, saya
tak mau lagi mereka-reka mana yang salah mana yang tidak.
Udah ya, saya
mau bangun tidur. Kacau kalau cerita ini dilanjutin. Dah, mari jujur.
0 comments:
Post a Comment