Lupa atau Emang Nggak Hapal Pancasila?
Sumber: |
Saya ada cerita lucu yang mungkin bikin ngakak
setengah mati. Tapi bukan itu tujuan saya menceritakannya. Ada hal miris yang
penting untuk kita resapi dan segera diatasi. Sudah barang tentu jika
tokoh-tokoh dalam cerita ini nyata dan semoga sehat wal afiat hingga sekarang.
Amin.
Pertama, mari bayangkan suasana ospek mahasiswa
baru. Mungkin hanya beberapa orang yang kita kenal di sana. Kebanyakan lainnya
pasti masih muka baru di ingatan. Maklum saja, Jogja kan kotanya pelajar dari
berbagai penjuru, lebih tepatnya, daerah. Ya, gitu lah.
Sudah dibayangkan? Oke, sekarang perjelas
bayangan tadi dengan suasana anak lulusan SMA yang baru lulus tahun ajaran
sebelumnya, atau dua tiga tahun sebelumnyalah. Namanya juga anak baru lulus,
perjelas bayangannya dengan kondisi psikis yang masih labil dan butuh bimbingan
lebih. Siap?
Mari kita mulai ceritanya. Salah seorang
panitia ospek membentak kami sore itu dengan suara yang amat tinggi dan muka
tak mengenakkan. Ya lumrahnya gaya-gaya kakak angkatan di perguruan tinggi kalau
lagi ngospek gitulah. Kalian semua pasti udah tahu, kan?
Secara random ia memanggil tiga orang di antara
kami yang berjulah hampir 300 orang. Ketiga-tiganya juga tak saya kenal sama
sekali waktu itu. Dua orang di antaranya hanya ditanya beberapa hal biasa saja.
Yang bikin ngakak adalah orang terakhir ini.
Kakak angkatan memerintahkannya untuk melafalkan pancasila dengan lantang.
Dilihat dari mukanya saja sudah mengundang gelak tawa. Ditambah lagi dengan
kenyataan dia tidak hapal pancasila selain kata “Pancasila” dan sila pertama.
Ya, hanya itu saja yang dihapalnya waktu itu.
Kaliah udah ketawa? Ah, gimana sih. Bayangin
coba, mahasiswa baru nggak hapal pancasila, coba? Ini yang salah siapa ini?
Masa iya, selama sekolah, biarpun sekolah pedalaman sekalipun, pasti pernah
mendengar pancasila dan melafalkannya, bukan?
Parahnya, orang yang tidak hapal itu belakangan
diketahui adalah teman satu jurusan saya, untungnya sih nggak satu kelas.
Alhamdulillah.
“Ah, gitu doang ceritamu? Hebohnya apa, coba?”
Kan saya sudah bilang, cerita ini tujuannya
untuk kita refleksikan, bukan untuk dicari kehebohannya. Lagian iya juga sih,
cerita ini tidak menarik memang karena saya nggak biasa nulis beginian dalam
keadaan ngakak parah. Tapi kalau untuk tertawa terbahak-bahak, sebenarnya saya
juga tidak kuasa menahannya sih. Jadi, mari tertawa berasama saja, hwahahaaa.
Sssttt! Pelan-pelan, nanti dia denger, lagi!